Cerpen - Bako

Karya Darman Moenir
Cerpen BAKO

Anak laki laki itu memandang biola yang tergeletak dan penuh dengan debu. Memang, sudah hampir sepuluh tahun, ayahnya tidak lagi menyentuhnya apalagi memainkannya. Dalam hatinya, timbul pertanyaan mengapa ayahnya tidak lagi mau memainkan biola tersebut padahal dulu ia selalu memainkannya. Rasa penasaran dalam hatinya tidak dapat dibendungnya lagi dan ia pun menanyakan hal itu kepada ayahnya.

Dengan panjang lebar, ayahnya mulai menceritakan bahwa ia pernah mengalami kegagalan ketika hendak menamatkan SMU. Ia kemudian pulang kampung dan memasukin SGB (Sekolah Guru Bawah). Semasa SMU, ia berkenalan dengan puteri sulung, seorang polisi dan menjalin hubungan cinta kasih dengannya. Hubungan mereka banyak ditentang oleh orang orang sekampung mereka karena wanita dicintainya adalah janda beranak dua. Namun, demikian hubungan mereka berlanjut ke jenjang pernikahan sehingga lahirlah seorang anak laki laki, kemudian disusul oleh beberapa adiknya.
Anak laki laki yang tertua itu kemudian diserahkan ke rumah Bako – keluarga yang memiliki pertalian darah dengan ayahnya. Ia tinggal bersama kakak perempuan ayahnya, yang disebut umi. Di rumah inilah, ia banyak mendapatkan pengalaman hidup dan bagaimana menjadi seseorang yang andiri dan bertanggung jawab. Dari uminya pula, ia banyak belajar agama dan kegiatan kegiatan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

Setelah anak laki laki beranjak dewasa, ibunya menjadi gila karena ditinggalkan oleh ayahnya. Pemuda itu bertanya tanya dalam dirinya benerkah ibunya menjadi gila karena ia ditinggal oleh ayahnya, adakah penyebab lainnya, atau karena penyakit polio yang membuatnya menjadi cacat? Semua itu menjadi pertanyaan baginya yang tak kunjung ada jawabannya. Namun, berkat bimbingan uminya yang selalu menanamkan sikap mandiri dan tak pernah berputus asa, kenyataan pahit yang menimpa ibunya tidak menjadikan pemuda itu berputus asa. Ia tetap melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Seni Rupa Indonesia.

Setelah tamat dari sekolah itu, ia disuruh ayahnya untuk menjadi pegawai negeri, namun ia menolaknya dengan anggapan bahwa pendidikan yang selama ini ditempunya bukanlah bertujuan untuk menjadi pegawai negeri. Tak seorang pun yang dapat memaksanya sekalipun ayahnya sendiri. Ia ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya meskipun untuk itu, ia harus menantinya lebih lama lagi dan ia pun menyadari bahwa adik adiknya pun sangat memerlukan bantuan biaya sekolah darinya.

Dalam dirinya itu telah tumbuh sikap selalu ingin mandiri. Ia menyadari bahwa uminya telah mengeluarkan banyak uang untuk pendidikannya, dan ia tidak mungkin terus menerus menggantungkan hidup kepadanya, sekalipun uminya tidak pernah berkeberata karena ia memiliki sawah dan ladang yang luas. Itulah yang mendorongnya untuk banyak belajar dan membaca hingga pada suatu hari terbersit niat dalam hatinya untuk menjadi pengarang. Ia pun mulai menikmati pekerjaannya sebagai pengarang dan tampaknya pekerjaan inilah yang sangat ia harapkan.

Pemuda itu mencoba mengamati semua orang yang ada disekelilingnya. Ibunya yang sudah tak waras lagi, tidak dapat menjadi tempat bergantung bagi dirinya dan adik adiknya. Ayahnya yang hanya seorang guru dengan gaji pas pasan harus menghidupi seluruh keluarganya dan ia pun tidak dapat membantunya untuk mengurangi bebannya. Demikian pula halnya dengan uminya,ia juga tidak boleh terus menerus menjadi beban baginya. Selain orang orang terdekat yang ada di sekelilingnya, ia pun mengamati salah seorang saudara uminya, yaitu Bak Tuo yang hidupnya tak lepas dari berjudi. Ia telah mengabaikan masa mudanya dengan berjudi. Bahkan, ia juga mencuri uang ayah pemuda itu untuk berjudi sehingga antara kedua orang tua itu terjadi perkelahian.

Semua orang yang telah diperhatikan oleh pemuda itu tidak ada satu pun yang dapat dijadikan contoh teladan bagi dirinya. Tiba tiba, ia teringat pada seorang petani yang biasa disebut Gaek. Dialah yang telah memberikan pelajaran berharga bagi pemuda itu. Ia telah mengajarkan bagaimana mencintai kerja dalam mengisi kehidupan ini dengan bekerja dan bekerja. Dari dirinya pula, si pemuda menyadari makna dari hidup ini. Ia pula yang menanamkan pada diri si pemuda bahwa ia harus menjalani kehidupannya dengan penuh makna
0 Komentar untuk "Cerpen - Bako"

Back To Top